Wednesday, June 8, 2016

Mendaftar Kuliah di Kampus Luar Negeri (part 1)

Saya lagi sedih karena ngga jadi kuliah S2 di London. Tapi kalau sedih, nanti disangka ngga bersyukur, jadi kali ini, saya akan berbagi pengalaman saya mendaftar dan diterima di kampus-kampus di luar negeri, supaya teman-teman bisa membuat perencanaan yang lebih matang dan ngga sedih. Tapi kali ini yang saya bahas khusus untuk program taught master/master by coursework saja ya. (... apa itu???, nanti saya jelaskan). Salah satu sisi positif dari beasiswa LPDP adalah penerima beasiswa diwajibkan untuk mandiri dalam mencari dan mendapatkan kampus, sehingga kami jadi memperoleh pengalaman dalam meraih kampus impian kami.

Program master terdiri dari 2 jenis:

  • taught master atau master by coursework (MSc, MA, dll)
  • research master atau master by research (MPhil, MRes)
Taught master metode perkuliahannya kebanyakan di kelas seperti kegiatan belajar-mengajar pada umumnya. Sedangkan research master metode perkuliahannya lebih banyak mengerjakan penelitian.Untuk mendaftar di program research master, calon mahasiswa wajib mengirimkan proposal penelitian. Beberapa program taught master juga mewajibkan mahasiswanya untuk membuat research project atau disertasi sebagai tugas akhir. Kredit poin penelitian semasa kuliah master ini sangat penting untuk bekal lanjut ke jenjang PhD.
Pada akhirnya,,, saya memutuskan untuk memilih taught master, karena saya sama sekali belum memiliki persiapan dan gambaran terkait proposal penelitian yang harus saya buat jika saya memilih research master.

Secara umum, persyaratan-persyaratan mendaftar taught master program di kampus-kampus luar negeri adalah sebagai berikut:

1. Ijasah dan transkrip nilai (dan official explanation of grading scheme)

Saat mendaftar, kampus biasanya akan meminta kita menuliskan seluruh jenjang pendidikan tinggi yang pernah kita selesaikan/ sedang dijalani. Jadi di sini, saya menuliskan jenjang diploma III saya (associate degree) dan jenjang diploma IV saya (bachelor of applied science). Dengan demikian, saya juga harus menyediakan bukti ijasah dan transkrip nilai diploma III dan diploma IV saya dalam bahasa asli (bahasa Indonesia) dan salinan dalam bahasa Inggris. Salinan dalam bahasa Inggris ini dapat dibuat langsung oleh kampus, atau dapat dibuat oleh penerjemah tersumpah (sworn translator).

Sebelum mendaftar, pastikan dulu kalau program master yang kita tuju menerima kualifikasi sarjana kita. Contoh-contohnya:

a. Jurusan asal

Saya pada awalnya ingin sekali mengambil S2 ekonomi, tapi ternyata lulusan akuntansi dianggap tidak memiliki latar belakang kuantitatif yang memadai. Master di bidang ekonomi dan beberapa master program di bidang finance menyaratkan pendaftar memiliki latar belakang kuantitatif yang kuat, sehingga lulusan dari sajana matematika dan statistik diperbolehkan mendaftar. (PS. master program ekonomi di beberapa kampus tetap menerima lulusan akuntansi)

b. IPK

Pada umumnya, setiap jurusan menyaratkan minimum IPK (GPA/ class degree). Untuk universitas top seperti oxford, cambridge, dan harvard, mereka menyaratkan IPK minimum 3,6-3,8. Universitas-universitas top lainnya biasanya meminta upper second, atau good, atau sekitar 3.0-3.3. Jadi, siapa bilang IPK tidak penting?

Nah terkait perbedaan standar penilaian di masing-masing kampus dan negara, kita tidak diperkenankan melakukan konversi sendiri, namun kampus yang kita tuju yang akan menghitung ulang IPK kita berdasarkan standar mereka. Oleh karena itu, kampus yang kita tuju biasanya akan meminta kita untuk menyediakan Official Explanation of Grading Scheme/ Marking Scheme dari kampus asal. Biasanya yang minta Grading Scheme ini kampus-kampus di Australia.

c. Akreditasi kampus asal

Apabila kita adalah lulusan dari universitas yang tidak dikenal oleh kampus yang kita tuju, maka kampus yang kita tuju biasanya akan meminta bukti akreditasi BAN-PT. Seperti contohnya saat saya mendaftar ke UNSW, pihak UNSW tidak mengenali kampus asal saya, STAN, dan mereka meminta saya menyediakan bukti akreditasi BAN-PT. Sayang sekali STAN, sebagai kampus kedinasan yang berada di bawahn kementerian keuangan (bukan kementerian pendidikan), ternyata program diploma IV belum memegang akreditasi BAN-PT, sehingga saya tidak bisa mendaftar di UNSW.

Pengakuan dunia atas kampus asal juga sangat berpengaruh. Sebagai contohnya, ketika saya gagal diterima di Imperial College London dan saya tanyakan alasannya, mereka mengatakan bahwa Imperial College London cenderung menerima lulusan dari universitas terkemuka dunia, seperti yang saya kutip di bawah ini

"Imperial has an excellent international reputation and the Business School offers world-class teaching for postgraduate students. As a result we receive a high number of applications for our courses and entry is very competitive.

As a consequence of the high standard of the applications we receive, the Business School tends to recruit graduates of the leading British and international universities."

d. Kualifikasi gelar

Beberapa universitas top di Belanda tidak menerima pendaftar dengan gelar Sarjana Sains Terapan (Bachelor of Applied Science), termasuk SST dari STAN. Bagi alumni DIII STAN yang hendak melanjutkan studi ke S1 atau DIV, hal ini wajib menjadi pertimbangan plus-minusnya masing-masing.

i. DIV STAN, berarti status kepegawaian kita akan berubah menjadi Pegawai Tugas Belajar. Sisi positifnya, tugas kita hanya kuliah dan tidak diganggu perkejaan kantor, dan setelah lulus tidak perlu UPKP. Sisi negatifnya, take home pay kita akan jauh menurun, dan gelar dari DIV STAN mungkin kurang dikenal oleh beberapa kampus internasional.

ii. S1, berarti status kepegawaian kita tetap sebagai pegawai aktif. Sisi negatifnya, kita harus menyediakan tenaga dan waktu lebih untuk kuliah selepas jam kantor, dan harus mengikuti UPKP agar jenjang pendidikan kita diakui. Masalahnya, tidak ada yang menjamin UPKP akan dilaksanakan secara rutin setiap tahun dan konon kabarnya sangat sulit untuk lulus UPKP. Sisi positifnya, take home pay kita tidak akan berkurang, dan jika kita kuliah di kampus top Indonesia, kemungkinan ijasah kita juga akan diakui di banyak kampus dunia.

2. Personal Statement/ Statement of Intent/ Statement of Interest

Personal statement adalah essay sepanjang 1-2 halaman A4 (atau sekitar 500-750 kata atau sekitar 3000 karakter) yang berisi tentang:
a. Latar belakang kita (pendidikan, pekerjaan, kualifikasi, dll)
b. Alasan memilih program di kampus tujuan, (mengapa harus program tersebut, mengapa harus di kampus tersebut)
c. Apa yang hendak dicapai dengan belajar di program tersebut.
d. Korelasinya dengan pekerjaan/kegiatan saat ini di masa depan.
e. Dan mengapa saya pantas untuk diterima dan kuliah di program tersebut.

3. Curriculum Vitae

Academic CV tampilannya biasanya sederhana dan sangat formal. Academic CV biasanya sepanjang 1-2 halaman. Seingat saya, ada beberapa hal penting yang jarang diperhatikan dalam menulis CV:
a. Tidak perlu menulis "Curriculum Vitae" di CV kita.
b. Nama kita dan kontak (email, no telp, alamat kantor/ pos) ditulis di baris paling atas dan tampak "stand out", tapi tidak berlebihan.
c. Academic CV yang dicontohkan Imperial College tidak memerlukan foto.
d. Bagian atas CV biasanya berisi prestasi/achievements (who you are), dan kualifikasi/ latar belakang pendidikan (juga dijelaskan courses/modul spesifik yang diambil), bagian tengah CV biasanya berisi pengalaman magang/kerja dan kontribusi nyata lainnya, dan dibagian akhir CV biasanya berisi kegiatan lain, pengalaman organisasi, kualifikasi/skill lainnya, achievement lainnya, dan personal interests.
e. Meskipun demikian, menulis CV bukanlah mendaftar seluruh hal dalam hidup kita. Tulis saja yang penting dan mendukung aplikasi kita.

4. IELTS/ TOEFL IBT

IELTS adalah sesuatu yang sangat baru buat saya. Sejak dulu, alat untuk mengukur kemampuan bahasa Inggris yang sering saya gunakan adalah TOEFL ITP. Ternyata TOEFL ITP tidak dapat digunakan untuk mendaftar kuliah di kampus luar negeri. Alat uji kemampuan bahasa Inggris yang dapat digunakan untuk mendaftar kuliah di kampus luar negeri harus dapat mengukur 4 skill yaitu: listening, reading, writing, dan speaking. dan Alat uji tersebut yang paling poluler adalah IELTS dan TOEFL IBT.

Inggris dan negara-negara persemakmurannya cendering menyaratkan IELTS. Skor ILETS (overall) pada umumnya yang diminta adalah
a. 6.5 untuk kebanyakan kampus,
b. 7.0 untuk kampus-kampus ternama di kota besar negara-negara berbahasa Inggris (misalnya Imperial College London, University College London, King's College London, LSE, University of Sydney), dan 
c. 7.5 untuk kampus top dunia (misalnya Oxford dan Cambridge).

Selain minimum skor IELTS overall yang harus dipenuhi, biasanya, beberapa jurusan juga menyaratkan skor minimum untuk masing-masing elemen, misalnya MSc di sebuah universitas menyaratkan minimum skor IELTS overall 7.0 tapi minimum skor untuk elemen listening dan dan reading masing-masing tidak boleh kurang dari 7.5 dan minimum skor untuk elemen writing dan speaking masing-masing tidak boleh kurang dari 6.5. Beberapa jurusan, seperti jurusan hukum, biasanya menyaratkan skor IELTS yang lebih tinggi daripada jurusan lainnya.

Skor IELTS 6.5-7.5 jika dikonversi ke skor TOEFL ITP kira-kira sekitar 550-600an. Meskipun demikian, pada kenyataannya mencapai skor IELTS tidak semudah apa yang tercantum di tabel konversi tersebut. Seperti contohnya skor TOEFL ITP saya di atas 600 dan saya merasa percaya diri akan dengan mudah meraih skor ILETS 7.5 tanpa kursus, tapi pada kenyataannya TIDAK!!! mengapa? selain akibat sikap sombong, angkuh, congkak dan takabur saya, beberapa penyebab rasional lainnya adalah:

a. saya terbiasa dengan aksen American English di TOEFL, namun di IELTS saya merasa asing dengan aksen British English, terlebih dengan aksen Australian English.
b. di TOEFL, saya terbiasa mendengar perckapan terlebih dahulu hingga selesai, baru membaca dan memilih jawaban yang disediakan, sementara di IELTS, saya harus multitasking, mengerjakan 3 hal sekaligus: mendengarkan percakapan, sambil membaca soal, sambil menulis jawaban. Gue kan cowok ga jago multitasking (alesan). Dan sekalinya lo kehilangan arah pas di listening "ini udah sampe mana ya?", meding retake IELTS aja :D :D :D
c. menulis (writing) di IELTS, ngga cuma sekedar menulis, harus ada "aturan"nya, bagaimana memparafrase soal, menulis general statement, memilih key features, mengembangkan ide, dan hal-hal lain yang menjadi objek penilaian IELTS writing.
d. bicara (speaking) juga demikian, bukan hanya sekedar ngomong, ada hal-hal yang harus diperhatikan agar memperoleh nilai lebih di bagian ini, seperti kompleksitas kalimat kita, penggunaan kata-kata yang lebih canggih dan tidak pasaran dan lain sebagainya.

Jadi pada akhirnya, setelah menerima kegagalan (dapet 6.5 di first attemp = kegagalan XD XD XD), saya memutuskan untuk mengambil IELTS preparation (aka kursus IELTS). Sayangnya di Jember tidak ada kursus IELTS yang sip, jadi saya harus PP ke Malang setiap weekend. Sebenarnya kelas weekend tidaklah efektif (gitu kata gurunya), tapi aku lak kerjo pas weekday mana bisa ke Malang. Ya sudahlah, selama weekday saya pakai untuk latihan mandiri.

Jadi pada intinya, jika kamu merasa kamu bisa bahasa Inggris, maka kamu sebenarnya bisa menghadapi IELTS tapi hasilnya ya hanya sekedar "bisa". Namun jika kamu menginginkan hasil "lebih", maka buatlah usaha "lebih". :D :D :D

5. Surat Rekomendasi/ Reference Letter

Pada umumnya, kebanyakan kampus meminta 2 reference letters (1 academic reference dan 1 professional reference). Beberapa kampus seperti Cambridge dan LSE meminta 3 reference ( 2 academic dan 1 professional). Tapi dari pengalaman saya mendaftar beberapa kampus di Australisa (University of Melbourne, University of Sydney, dan UNSW) mereka tidak menyaratkan surat rekomendasi.

Beberapa kampus seperti Cambridge meminta perekomendasi adalah orang-orang yang sangat mengenal dan mengetahui diri kita seperti atasan langsung di kantor dan thesis supervisor di kampus asal. Namun pada prakteknya, banyak teman-teman saya yang meminta surat rekomendasi dari pimpinan di kantor pusat/kantor wiayah, dan direktur STAN dengan alasan agar lebih meyakinkan. Kalau saya, saya meminta rekomendasi dari kepala kantor unit tempat saya bekerja dan dosen pembimbing skripsi saya, karena mereka yang sangat mengenal saya secara langsung dan berharap mampu meyakinkan pihak kampus yang saya tuju.

Cara menyampaikan surat rekomendasi pun beragam. Pada umumnya kita diminta untuk menuliskan alamat email perekomendasi. Alamat email perekomendasi harus berupa email akademik (misalnya @stan.ac.id) atau email profesional (misalnya @pajak.go.id). Email personal seperti yahoo dan gmail biasanya ridak akan diperbolehkan. Selanjutnya, pihak kampus akan mengirimkan tautan (link) ke email perekomendasi. Tautan tersebut digunakan oleh perekomendasi untuk menuliskan/mengunggah surat rekomendasi untuk kita. (PS: beberapa kampus memperbolehkan pendaftar mengunggah surat rekomendasi secara langsung/ bukan oleh perekomendasi, namun biasanya surat rekomendasi wajib disertai kop dan stempel institusi perekomendasi)

Tips:
a. pastikan perekomendasi memiliki email akademik/profesional aktif dan diakses secara berkala, Pengalaman saya, salah seorang perekomendasi saya lupa dengan password emailnya, sehingga membutuhkan waktu untuk menghubungi administrator untuk membuka emailnya.
b. buatlah draft surat rekomendasi dan ajukan kepada perekomendasi. Perekomendasi akan memulai membuat surat rekomendasi dari draft anda.
c. pilihlah perekomendasi yang memiliki waktu luang untuk menyempatkan waktunya untuk membuat rekomendasi dan mengunggahnya untuk anda. Pengalaman saya, perekomendasi yang saya pilih memang sangat dekat dan mengenal saya, namun beliau sibuk luar biasa. Saya sampai sungkan tiap hari mengingatkan beliau untuk jangan lupa membuatkan surat rekomendasi untuk saya. Perlu diketahui bahwa aplikasi pendaftaran kita baru dapat diproses oleh kampus ketika semua dokumen telah lengkap, termasuk surat rekomendasi. Keterlambatan pengiriman surat rekomendasi berarti juga semakin lamanya keluar keputusan dari kampus.
d. Apakah perekomndasi tinggal di kota yang sama dengan anda? Komunikasi sebenarnya bisa dilakukan via telepon, tapi bila kita tinggal tidak jauh dari perekomendasi, kita bisa membantu mereka secara langsung untuk mempersiapkan rekomendasi kita.

6. GRE/GMAT

GRE atau GMAT atau LSAT atau sejenisnya adalah tes semacam TPA kalau di Indonesia. Saya sendiri belum pernah mencoba tes GRE atau sejenisnya. Biasanya jurusan ekonomi dan jurusan MBA diwajibkan untuk mengambil tes GRE/GMAT, dan untuk jurusan akuntansi/finance GRE/GMAT biasanya tidak disyaratkan tapi direkomendasikan. Kalau di US dan Canada, sertifikat GRE/GMAT ini wajib disertakan untuk mendaftar jurusan apapun.

Meskipun pada awalnya saya pede kalau saya pasti bisa mengadapi tes GRE/GMAT ini, tapi kata teman saya "Kamu itu kemaren IELTS katanya ngerasa bisa tapi buktinya ngga kan, sekarang mau nambah repot ambil GRE?". Iya bener juga sih kata temen saya itu, mana kalau ternyata hasilnya ga sebagus yang diharapkan dan kudu retake lagi, barapa uang yang harus dihabiskan :'(. Akhirnya, saya cari-cari jurusan yang ga mewajibkan melapirkan hasil GRE/GMAT, dan saya mencoret negara US dari target S2 saya.

7. Essay/ Writing works

Beberapa kampus seperti Oxford mewajibkan pendaftarnya mengirimkan 1-2 contoh essay/ writing works (1500-3000 kata) yang pernah dibuat.

8. Interview

Walaupun interview biasanya jarang dilakukan, tapi jika dirasa perlu, pihak kampus akan menghubungi kita melalui telepon atau skype Mungkin untuk program-program tertentu, seleksi interview memang dibutuhkan?

9. Kartu Kredit

Nah ini ngga kalah penting, bagi yang belum punya kartu kredit, sebaiknya kalau ada tawaran kartu kredit dari bank, diterima saja demi kelancaran mendaftar ke kampus luar negeri. Dulu saya selalu menolak jika ditawari kartu kredit, karena memang dirasa belum perlu. Akhirnya, sekarang mau ngga mau terpaksa buat kartu kredit sebagai satu-satunya cara paling mudah untuk membayar pendaftaran ke kampus tujuan kita.

Pada umumnya, kebanyakan kampus di luar negeri tidak memungut biaya pendaftaran a.k.a gratis! Namun beberapa kampus top dunia memungut biaya pendaftaran, mungkin dengan alasan agar mereka yang mendaftar di kampus tersebut memang bersungguh-sungguh/ bukan sekedar asal-asalan. Biaya pendaftaran pada umumnya kalau dikonversi ke rupiah berkisar Rp1.000.000. Kita juga bisa meminta waiver (pembebasan) biaya pendaftaran kepada pihak kampus dengan mengirimkan bukti surat sponsor kita.

Setelah kita mengetahui seluruh syarat-syarat pendaftaran, selanjutnya saya akan jelaskan bagaimana saya mendaftar ke kampus-kampus tersebut. Karena tulisan di thread ini sudah cukup panjang, tulisan berikutnya saya buat di thread baru saja,