Saturday, September 12, 2015

LPDP - Part 3

Halo, ketemu lagi, kali ini di Part 3 cerita saya mendaftar beasiswa LPDP, diketik langsung dari FKIP Universitas Jember (ya daripada bosen sendirian di kos, mending nongkrong di sini sambil cari inspirasi #kode banget :p). Sekilas tentang Unej ya, sebelum saya bahas LPDP, ini kali ketiga saya mampir di Unej, kesannya teduh, kayak kebun raya, banyak pohon, daun-daun berserakan, rumputnya tinggi-tinggi, dan ada kambing-kambing gembalanya (mengingatkanku pada kampusku dulu di pertengahan tahun 2000an) :D. Malah suatu ketika saya pernah hampir kejatuhan ranting lapuk pas jalan-jalan menyusuri gedung-gedung di Unej ini. Untung ternyata waktu itu belum waktunya bagi saya… hahaha macam final destination. Moga-moga sebelum bener berangkat ke LN buat kuliah (aamiin ya Allah), saya masih bisa, sempet ngajar di kampus ini, aamiiin. Oke, next, ngelanjut cerita kemarin, kayaknya ada satu hal yang lupa belum disampaikan, yaitu saya harus menyiapkan seluruh dokumen asli yang saya upload saat pendaftaran, ditambah SKCK, untuk keperluan validasi. Jadi, berikut ini dokumen asli yang harus saya bawa ke Surabaya:
  1. Print out kartu peserta (ada menunya di akun LPDP kita)
  2. Print out formulir pendaftaran online LPDP
  3. Ijasah S1
  4.  Transkrip nilai S1
  5.  Rencana Studi
  6.  Sertifikat bahasa asing
  7. Surat pernyataan
  8. Surat ijin belajar sesuai format LPDP
  9. Surat rekomendasi sesuai format LPDP
  10. LoA
  11. KTP
  12. Surat berbadan sehat dan bebas narkoba
  13. SKCK

Nah, di sini ada beberapa masalah yang saya alami.

Yang pertama, sebagai lulusan STAN, ijasah asli kita ditahan sama kementerian sampai dengan ikatan kerja kita berakhir. Padahal pihak LPDP tidak menerima fotokopi ijasah meski dilegalisir, harus asli. Mau minta surat keterangan dari kementerian/eselon 1, kok ya rasanya waktunya udah ga mungkin, mana Jakarta jauh. Akhirnya, berdasarkan usulan teman, saya cari dasar hukum mengenai ikatan kerja mahasiswa STAN dan pasal yang menyatakan kalau ijasah asli kita ditahan, untuk nanti ditunjukkan pada petugas verifikasi dokumen. Dan ketemulah dasar hukum tersebut, yaitu Pasal 8 Keputusan Menteri Keuangan nomor KMK-289/KMK.014/2004, dan Pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK-188/PMK.01/2014. Alhamdulillah, berbekal 2 aturan Menteri Keuangan tadi, fotokopi ijasah saya bisa diterima.

Masalah ke dua adalah surat ijin belajar saya dari institusi (ada 2 sub masalah di sini :’D). Seperti yang saya bilang sebelumnya, aturan tugas belajar bagi PNS di Kementerian Keuangan itu rigid banget, ga fleksibel. Jadi, format surat ijin belajar dari institusi saya harus merujuk pada Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK-18/PMK.01/2009, yang berbeda dengan format baku yang diminta oleh LPDP. Kalau kata mas yang di kantor pusat institusi saya yang ngurusi masalah penerbitan surat ijin belajar, pake format PMK18/2009 itu bisa kok buat apply LPDP, ya jadi saya percaya saja. Dan memang benar, Alhamdulillah pihak LPDP menerima surat ijin belajar saya. Masalah berikutnya terkait surat ijin belajar ini adalah: asli surat ijin belajar yang dikirim oleh kantor pusat ke kantor saya (kantor lama di Malang) via pos, belum juga nyampe hingga minggu ke tiga bulan Agustus! Padahal, surat ijin belajar itu udah selesai prosesnya dari pertengahan bulan lalu. Benar-benar bikin senewen!!! Saya stres mikirin gimana kalau ternyata suratnya belum juga tiba padahal asli surat tersebut harus saya bawa ke Surabaya untuk verifikasi dokumen. Apalagi posisi saya saat itu di Jember, byuh bener-bener harus wira-wiri  Jember, Malang, Surabaya nantinya. Kalau mengandalkan jasa pos lagi untuk meneruskan surat tadi dari kantor Malang ke Jember, bisa ga jadi ikutan seleksi subtantif LPDP. Beruntungnya, di akhir minggu ke tiga bulan Agustus, bersamaan dengan saya ke Malang pas ngurus SKCK, surat itu akhirnya datang. Bener-bener dah, banyak yang harus dipikirin di injury time macam itu!

Masalah terakhir adalah (ini masalah minor sebenarnya), seperti saya ceritakan juga di postingan sebelumnya kalau server LPDP sempet down waktu lebaran, nah imbasnya adalah, foto profil saya di akun LPDP jadi ilang. Waktu saya cetak kartu peserta dan formulir pendaftaran online, foto saya ngga muncul, sehingga layout barcode di kartu peserta jadi ngaco. Takut jadi masalah nantinya di Surabaya, saya coba update foto saya, ternyata saya masih bisa update profil saya dan reupload foto profil lagi. Alhamdulillah, lancar.

Oke, seluruh dokumen terkumpul dan siap untuk dibawa ke Surabaya, masukkan dengan rapih ke dalam map. Oiya, di cetakan kartu peserta itu ada tanda gambar gunting (potong di sini), itu digunting aja, karena bagian atas dipakai untuk verifikasi dokumen, dan bagian bawah dipakai untuk nametag di meja LGD. Pengalaman saya, ngga saya gunting (kirain bakal diguntingin panitia), jadinya pas di LGD, nametag nama saya terkesan ga rapih dan lipetan-lipetan asal (jangan dicontoh ya!). Saya ke Surabaya naik travel dari Jember. Nah di sini, selalu biasakan menyapa dan ngajak ngobrol orang, it affects a lot to your mood and expression, supaya nantinya saat wawancara, kita sudah punya mood yang ramah dan supel! Selain itu, ngajak ngobrol orang yang baru dikenal, bisa nambah kenalan, wawasan, dan mengurangi nervous. Jadi, turn off yout gadget a while! (ya iyalah hape saya mati karena kehabisan batre). Meski dokumen sudah lengkap, ngga mengurangi drama perjalanan saya menuju Surabaya. Di Tongas, Probolinggo, saya harus switch kendaraan travel karena kendaraan yang saya tumpangi dari Jember tujuannya ke Malang. Lama di tunggu, kendaraan travel yang akan membawa saya ke Surabaya ternyata mengalami musibah kecelakaan di Bondowoso, nabrak motor. Walah, akhirnya ngentang beberapa jam di Tongas buat nunggu kendaraan pengganti. Janjian dengan pihak hotel pun terpaksa diundur, dari yang rencananya jam 8 malam, ternyata nyampe hotel jam 12 malam (macam Cinderella). Untung, sebelum hape saya benar-benar kehabisan batre, saya matikan manual, jadi pas kondisi kritikal macam ini, saya masih punya cadangan power untuk konfirmasi ke pihak hotel. Dan tepat setelah saya tutup telpon setelah konfirmasi dengan pihak hotel, tewaslah hape saya. Bener-bener beruntung.

saya nginep di hotel Ibis Rajawali, awalnya booking 2 hari 3 malam sesuai undangan LPDP, tapi mengetahui jadwal seleksi saya selesai dalam 1 hari, langsung saya klarifikasi lama tinggal jadi 1 malam saja, cukup buat numpang tidur. Mahal lah, mana ga dapet penggantian dari kantor. Saya tiba di hotel jam 12 malam, masih saya sempatkan baca-baca artikel, nota keuangan dan RAPBN 2016 (cieeeh), sama latian ngomong sendiri macam orang gila. Takut kesiangan (ya iya, baru tidur jam 2 malam), saya pasang multiple alarm dari jam 4 pagi sampe jam 6 pagi di hape saya. Rugi banget bayar mahal, cuma buat numpang tidur, mandi dan sarapan, dalam 6 jam saja (ga mau rugi). Paginya, saya sarapan di hotel ditemani teman saya yang dinas di Surabaya, kebetulan kantor dia bersebelahan dengan lokasi seleksi subtantif LPDP. Jadi, saya bisa nebeng transport dan tempat istirahat nantinya di sana, hahahaha.

Gara-gara keasyikan ngobrol sama teman saya itu, hampir aja saya telat ikut seleksi pertama saya: essay on the spot. Di jadwal kan tertulis essay on the spot jam 8.20, jadi saya nyantai-nyantai aja datang ke lokasi jam 8.00, duduk-duduk sebentar di antrian verifikasi dokumen, tapi sampe 10 menit kok ga ada tanda-tanda pengumuman tes esay. Saya tanya ke bagian informasi, katanya, peserta esay tadi udah dipanggil tadi (sebelum jam 8.00, sebelum saya datang ke sana), dan sekarang mereka sudah ada di dalam kelas untuk ujian esay! Whatttt… saya lari dong, ke lantai di mana ujian esay dilaksanakan, ternyata bener, semua peserta udah duduk manis dengan alat tulis dan lembar soal dan jawaban. Padahal, masih jam 8.10! rajin banget! Lesson to learn: Dateng 30 menit sebelum jadwal yang ditentukan, kalau perlu datang 60 menit sebelumnya!!! Hampir lah saja saya ga bisa ikutan tes esay. Di sisa waktu yang saya punya, secepat kilat saya tulis esay saya, meski tulisannya macam cakar ayam. Jadi, ada 2 topik yang disediakan, kita disuruh pilih salah satu topik aja. Kita diminta untuk membuat esay, setuju atau tidak setuju dengan pernyataan di soal. Waktu yang diberikan 30 menit dan 2 halaman kertas (bukan 2 lembar ya) untuk menulis jawaban (untung udah terlatih menulis cepat dan banyak waktu UTS atau UAS waktu kuliah dulu). Oiya, sebelum masuk ruang tes, matikan hape, masukkan ke dalam tas, kita cuma diperkenankan bawa alat tulis dan alas tulis ujian (yang macam papan kayu itu). Topik soal sepertinya beda-beda antar peserta, acak, karena ada kode soal juga. Topiknya sangat umum terkait permasalahan di sekitar kita. Waktu itu saya dapet topik: setujukah dengan Ujian Nasional, dan setujukah dengan pelarangan membonceng balita dengan motor saat mudik, saya ambil topik yang pelarangan membonceng balita (ndilalah beberapa minggu sebelumnya saya nonton acara forum Indonesia di metro tv dengan topik seputar ojeg dan sepeda motor, lumayan banyak bahan yang bisa diambil dari sana).  Yang paling saya ingat dalam menulis, atau mengembangkan kerangka berfikir akan suatu kebijakan publik, adalah ajaran dari dosen audit kinerja publik saya waktu D4 (pak Nur Mochlas, yang saat ini juga sedang menyelesaikan studi S3 di Universitas Brawijaya dengan beasiswa LPDP!!! Keren), yaitu bagaimana kita membedakan gejala (symptom) dengan akar masalah (root cause), dan bagaimana kebijakan yang diambil bukan hanya terpaku pada prinsip 3E (ekonomis, efektif, efisien), bukan hanya terpaku pada output dan outcome, tetapi juga harus bisa memberi impact dan benefit dalam jangka panjang dan mampu mengatasi akar masalahnya, bukan hanya sekedar mengatasi gejalanya. Ya seperti itulah kira-kira tips dari saya untuk menulis esay (halah). Keluar dari ruang tes esay, kita menuju ke ruang selanjutnya untuk tes berikutnya LGD! Eh, di tengah-tengah perjalanan, kita ngobrol-ngobrol sama peserta lain, ada yang bilang, “saya sudah selesai nulis untuk yang topik 1, tapi yang topik 2 ngga selesai, kurang waktunya”. Damn! Psywar benar, saya jadi takut jangan-jagan saya salah baca petujuk soal, karena saya cuma ngerjakan 1 topik saja. Beneran, kepikiran ginian bisa ngerusak mood, apalagi sebentar lagi saya harus speak up di LGD. Ya udah, dalam hati, saya terus meyakinkan diri kalau saya yang bener, kalau saya ga salah ngerjakan esay! Atau misalkan salah pun, setidaknya 1 esay yang saya tulis, saya yakin tulisan saya sangat berbobot, komprehensif namun tetap tepat pada sasaran yang diminta (mensugesti diri sendiri untuk berfikir positif dan yakin, hahahaha mbuh wes). Oh iya, esay juga dinilai dari aspek kaidah penulisan sesuai bahasa Indonesia dan kesinambungan, kalau ga salah (lupa, di soal ujiannya ada tulisannya)

Yang aneh dari tes di pagi-pagi ini, saya ngga merasa deg-degan atau nervous, sama sekali ngga. Malah kita sering guyon antar sesama peserta, yang artinya itu bagus. Meskipun sebenarnya, awalnya saya agak keder karena dalam 1 kloter, kita semua dicampur dari berbagai jurusan dan tujuan studi, termasuk para calon mahasiswa doktoral. Di ruang LGD, kita diminta duduk dengan urutan yang sudah ditetapkan panitia. Saya duduk di kursi nomor 1 dekat dengan penilai, dan terus berurutan melingkar (mejanya macam meja oval buat rapat, jadi kita duduk berhadap-hadapan). Ada 8 peserta di LGD, mereka berasal dari latar belakang pendidikan beragam, ditambah 1 orang penilai (psikolog) dan 1 orang panitia. Kita diberi 1 lembar artikel/ berita tentang pemerintah Taiwan yang melarang orang tua memberikan gadget kepada anak, dan pro kontra pemakaian gadget kepada anak di sekitar kita, dan kita diberi waktu 5 menit untuk membacanya. Kita juga diberi satu lembar kertas kosong buat corat coret. Oiya, lagi-lagi LGD yang jadwalnya jam 09.00, kita sudah masuk ruangan jam 08.50, jadi: be there couple minutes earlier! Nametag kita (hasil guntingan kartu peserta yang kita cetak dari web LPDP) ditaruh di meja di depan kita, sehingga penilai bisa melihat nama kita. Nah karena ini Leaderless Group Discussion, baik penilai maupun panitia ga akan kasih petunjuk apapun bagaimana jalannya diskusi kita, harus inisiatif dari kita semua. Bingung kan mau memulainya gimana? Nah, ada 2 cowok peserta yang tanggap, satu dari mereka membuka dan mengajukan diri sebagai notulis, dan satu lainnya jadi peminpin diskusi yang megarahkan bagaimana jalannya diskusi ini akan dibawakan. Kalau saya, saya ambil kesempatan pertama untuk berbicara (setelah diskusi dibuka oleh kedua orang ini), yaitu dengan menyampaikan kerangka berfikir dan poin-poin apa saja yang harus kita bicarakankan dalam diskusi, step-by-step, agar diskusi terarah dan bisa memberikan kesimpulan di akhir nanti. Karena saya duduk di kursi nomor satu, entah mengapa, akhirnya kita jadi seperti sepakat giliran bicara, dilanjut ke peserta nomor dua dan sampai nomor 8, aduh… Waktu yang dihabiskan buat 8 orang itu bergiliran bicara pun habis 30 menit, sementara saya belum menyampaikan opini saya apalagi kesimpulan (karena di awal tadi saya cuma memberikan preface terhadap problem yang ada dan kerangka diskusi). Selanjutnya, kita buka sesi tanggapan, Alhamdulillah saya masih bisa menyampaikan sedikit hasil akhir pemikiran saya. Diskusi akhirnya ditutup dengan kesimpulan yang dirangkum oleh peserta yang berperan sebagai notulis. Waktu 45 menit rasanya kurang sekali, semua berjalan cepat. Saya merasa kurang puas dengan diskusi, karena masih banyak faktor yang belum sempat disinggung, dan masih banyak kesimpulan yang masih perlu diuji keefektifannya, hahahaha. Tapi saya ingat dengan pesan dosen saya dalam menghadapi LGD: “Jangan mendominasi!!! Ini diskusi bukan debat, jadi beri kesempatan setiap orang menyampaikan pendapatnya, dan akan ada suatu saat dimana kita semua stuck dengan ide, nah disitulah momen yang bisa kita ambil untuk menyampaikan pemikiran brilian kita, hehehe.

#Intermezzo: Karena batre laptop habis, dan di taman Unej ini ga ada colokan listrik, saya pindah lokasi dulu ya.  Memang benar sepertinya, kebutuhan primer manusia jaman sekarang bukan cuma sandang pangan papan, tapi juga listrik dan free wifi :D. Kebetulan, temen saya ngewhatsapp ngajakin ke kantor, jadi hayo aja pindah lokasi, cari sumber listrik. Tiba di kantor, suhu ruangan di kantor ternyata lebih panas, kaos basah sama keringet padahal ga ngapa-ngapain, masih lebih adem di taman Unej tadi, semilir angin di bawah rindang pohon. Ya udah, gini aja intermezzonya, kita kembali ke cerita lagi.

#Kembali ke cerita:

Selesai LGD kira-kira jam 10an, masih ada waktu sampe jam 1 siang nanti buat tes berikutnya, wawancara. Saya lantas nyamperin teman saya yg kerja di gedung sebelah, sekalian nggangguin dia kerja. Namanya Chandra, teman sejak kuliah D3 saya di STAN, kuliah D4 STAN, dan ngekos bareng jaman nyusun skripsi. Saya minta bantuannya buat berlatih wawancara. Terima kasih ya Chan, udah mau kasih saran dan masukan buat saya! Lepas Zhuhur, saya langsung ke antrian verifikasi dokumen, karena saya ngga mau telat lagi! Tapi ternyata, petugas verifikasinya masih istirahat dan baru dateng jam 1 tepat. Jadi kita banyak habiskan waktu buat ngobrol sama peserta yang lain, lumayan banyak nambah kenalan dan ngurangi gugup. Ada 1 orang, namanya Zakiy, dia 1 kloter sama saya sejak esay, LGD, dan verifikasi dokumen ini. Ternyata, dari hasil ngobrol siang itu, si Zakiy ini adek kelas saya di SMA 3 Malang, di bawah saya 1 tahun, oalah… Dia alumnus sastra UI dan sekarang bekerja di LIA. Studi tujuannya, Applied Lingustic di Edinburgh Skotlandia. Njeper juga nih dengernya, His English must be way way better than mine! Tapi yang penting, saya ada teman seperjuangan nanti kalau kami sama-sama jadi berangkat ke UK, hahaha… (tapi belakangan saya dikabari kalau dia belum berhasil pada seleksi kali ini, saya jadi merasa bersalah pake nanya hasil seleksi ke dia). Setelah verifikasi dokumen selesai, barulah kita berhak untuk mengikuti tes wawancara. Di sini, pressurenya kerasa banget, bukan cuma saya, semua peserta juga merasakannya, dari wajahnya semua tegang-tegang. Satu cara kami menghilangkan ketegangan adalah dengan terus ngbrol dan think positively. Memang sangat terasa manfaatnya dengan mengobrol, kita melupakan sejenak kekhawatiran, dan membuat mimik muka dan pita suara kita jadi luwes, serta otot-otot yang tadinya tegang jadi rilex. Tapi begitu seorang dipanggi masuk ruang wawancara, hening sesaat, langsung rasanya dag-dig-dug kembali lagi. Memang ga bisa dibohongi. Jadi tips dari saya sebelum menghadapi wawancara adalah: ajak ngobrol orang disebelahmu, dan banyak minum (walaupun akhirnya saya 2x harus ke toilet buat pipis sebelum masuk ruang wawancara). Oh iya satu lagi yang nampak di ruang tunggu validasi dokumen dan wawancara ini, kebanyakan peserta masih muda-muda, banyak sekali yang fresh graduate. Saya di antara mereka nampak seperti om-om gendut, hahaha.

Sekitar jam 14.30, nama saya dipanggil ke ruang wawancara. Di ruangan ini kalau ga salah ada 9 meja wawancara dan masing masing meja diisi oleh 3 pewawancara dan 1 peserta, suaranya riuh rendah, terdengar sahut-sahutan antar meja, ;D. Ajaib, nervous saya ilang, sambil saya yakinkan pada diri saya, let’s get this done! Senyum, salam, sapa dan berjabat tangan sebelum dipersilahkan duduk, itu yang saya lakukan. Hal terpenting berikutnya adalah kontak mata, meski mulut kita berbicara, tapi mata berbicara lebih banyak. Kontak mata juga menunjukkan kalau kita antusias dan menghargai lawan bicara kita. Jangan lupa juga, kenakan pakaian yang rapih (saya mengenakan batik formal lengan panjang, celana bahan, dan sepatu pantofel), sisir rambut dengan rapih dan potonglah kuku yang sudah panjang. Salah seorang dari 3 pewawancara itu adalah psikolog (tapi saya ngga tau yang mana di antara mereka) yang bisa menilai kita berbohong atau tidak, dan gerakan tubuh kita seperti  gerak mata dan posisi tubuh akan menunjukkan semuanya tanpa kita sadari, jadi tetaplah jujur dan jadi dirimu sendiri. Hal pertama yang ditanyakan adalah mengenai diri saya, pekerjaan saya, terutama ijin belajar saya dari kantor, lalu dukungan dari pimpinan dan apabila ternyata pimpinan di kantor baru saya tidak memberi ijin. Selebihnya lebih banyak bertanya yang nyerempet-nyerempet dengan esay yang kita tulis. Kadang mereka tanya straight to the point terhadap tulisan kita di esay seperti misalnya kenapa saya ambil studi ini, tesis apa yang hendak saya tulis dan kenapa, atau pertanyaan-pertanyaan yang ga langsung terkait dengan tulisan di esay kita, eh tapi ujung-ujungnya bisa jadi pendapat yang kita ucapkan, kontradiktif dengan pendapat kita yang kita tulis di esay, Nah Lo! Makanya saran saya: Jadilah dirimu sendiri, karena kepribadian ga akan berbohong. Pertanyaan paling sulit menurut saya adalah ketika saya ditanya mengenai loyalitas saya. Saya diminta berandai-andai apabila ada talent scouting yang memberi tawaran pekerjaan yang lebih menjanjikan dibanding pekerjaan saya saat ini, mana yang akan saya pilih. Kalau idealisme harusnya saya jawab, saya akan tetap loyal di institusi saya, tapi kalau jawaban jujur saya harusnya jawab yang mana yang mampu memberikan manfaat terbesar buat saya. Jadinya, saya pilih jawaban jujur saya :D, saya berpendapat, saya akan memilih tempat yang bisa membuat diri saya berkembang, sehingga saya mampu berkontribusi lebih bagi negara. Lagipula untuk memberikan kontribusi bagi Indonesia tidak harus menjadi orang di pemerintahan kan, setiap orang memiliki perannya masing-masing dalam memberikan kontribusi pada negara. Kemudian saya dikejar, “berarti loyalitas anda boleh saya bilang di urutan ke 4 dalam prioritas hidup anda”, waduh sempet bikin goyah juga hahaha, tapi untungnya saya bisa ngeles. Secara keseluruhan, Alhamdulillah saya bisa jawab semua pertanyaan dengan lancar tanpa gugup, rasanya seperti mengobrol saja. Wawancaranya pake 50% bahasa Indonesia, 50% bahasa Inggris, suka-sukanya pewawancaranya tanya pake bahasa apa. Sepertinya yang dinilai di wawancara ini adalah selain kejujuran, juga kesiapan, kesungguhan, dan keniatan kita untuk menerima beasiswa dan melanjutkan studi. Tips menghadapi wawancara a la saya adalah: Jadilah dirimu sendiri, latihan mengungkapkan semua sudut pandangmu, serta perluas wawasan. Oh iya, pengalaman berorganisasi, ngajar, jadi coach band kantor, atau banyak kegiatan lain di lingkungan sekitar juga ternyata bermanfaat dan memberi nilai lebih mengenai siapa diri kita di mata para pewawancara, Jadi, saran saya, jadilah orang yang banyak memberi kontribusi nyata pada lingkungan anda dari hal-hal kecil apapun yang bisa anda lakukan, intinya selalu aktif dan peduli pada lingkunganmu. Satu lagi, saya diberi pesan oleh salah satu pewawancara di akhir sesi wawancara: beliau berkata kepada saya “kalau bicara jangan cepat-cepat, ide kamu banyak, dengan vocabulary sedemikian banyak dan kecepatan bicara secepat itu akan sulit bagi lawan bicara”. Hehehe memang saya menyadari, kalau saya ngajar atau membawakan sosialisasi, kalau lose control kecepatan bicara saya mencapai 1000 kata per detik (lebay), dan sebenarnya sebelum wawancara, salah sorang dosen saya sudah bilang ke saya, kalau saya bicara terlalu cepat, saran beliau agar saya berbicara lebih lambat. Oh iya satu lagi, percakapan wawancara LPDP ini direkam, mungkin untuk membantu penilaian lebih lanjut.


Keluar ruang wawancara rasanya lega sekali, apalagi ngelihat teman-teman dengan wajah tegang yang masih menunggu giliran mereka untuk wawancara, rasanya bisa senyum jahat (hadooh, tidak baik ini). Walaupun saya merasa di tiga tes subtantif “harusnya saya bisa lebih baik lagi”, tapi saya sangat puas karena semuanya berjalan lancar. Kala itu, antara 50-50 yakin atau tidak yakin, karena semuanya bisa saja terjadi. Bisa saja, saya merasa berhasil, tapi mungkin tidak cukup baik karena yang lebih baik dari saya bisa saja sangat banyak. Jadi, selebihnya saya pasrah, ini adalah usaha terbaik saya yang bisa saya lakukan. Saya hanya lelah, kalau harus mengulang semua proses dari awal lagi, dan berharap hal tersebut tidak terjadi. Rangkaian perjalanan seleksi beasiswa LPDP saya kalau difikir, sangat berat dan banyak sekali hal yang ribet, tapi begitu dikerjakan, semuanya bisa terselesaikan. Semoga tulisan saya ini bisa memberi manfaat bagi teman-teman yang hendak mendaftar beasiswa LPDP. Perjuangan masih panjang, saya masih harus mengejar syarat-syarat yang diminta oleh universitas tempat tujuan saya kuliah nanti (dengan syarat yang nggilani susah, nyesel lah sekarang tau IPK juga penting). Perjuangan tidak akan pernah berhenti, sampai nafas ini berakhir (hahaha sok bijak). Mohon doa restunya teman-teman. Ya wes rek, sampai jumpa di tulisan berikutnya. Mohon maaf apabila ada salah kata. Kalau ada pertanyaan, saran, kritikan, silakan disampaikan.

Friday, September 11, 2015

LPDP - Part 2

Halo semuanya, jumpa lagi di petang yang gerah ini dari kota Jember (Jember sumuk ‘men ternyata). Kali ini, saya akan melanjutkan cerita pengalaman saya mendaftar beasiswa LPDP. Saya baru ingat, bulan Juli 2015 ketika saya berjibaku mengumpulkan semua syarat pendaftaran LPDP, adalah bulan Ramadhan, dan juga terdapat hari raya Idul Fitri, yang artinya, hari kerja yang terasa pendek, melelahkan, dan kepotong libur lebaran.  Untungnya, di bulan Juli, suhu kota Malang berada titik terdinginnya, jadi lumayan ngga kerasa gerah. Bukan cuma tantangan berpuasa, di bulan Juli terbit Surat Keputusan mutasi yang menetapkan saya harus pindah kantor ke kota Jember, yang artinya, I need to get all my works done before leaving! Kalau difikir, rasanya super hectic, tapi pada akhirnya malah ngga terasa karena ritme kerja seperti otomatis menyesuaikan, satu per satu tanggungan terselesaikan, mungkin juga karena berkah Ramadhan :D. Deadline pengiriman berkas pendaftaran beasiswa gelombang III LPDP secara online adalah 24 Juli 2015, tapi saya harus, wajib, kudu selesai submit pendafataran paling lambat tanggal 22 Juli 2015, karena tanggal 23-24 Juli 2015 saya harus ke kantor baru di Jember untuk registrasi absensi dan lainnya. Server LPDP sempat down pada hari Lebaran, saya coba berkali-kali tetap error (mungkin servernya juga lagi cuti lebaran). Puji syukur, alhamdulillah, bekas selesai dikirim dini hari tanggal 22 Juli 2015. Rasanya kurang tidur karena nyusun dan edit esay itu ngga gampang! Padahal saya harus nyetir Malang-Jember-Malang keesokan harinya XD.

Oke, cukup paragraph pengantarnya, kita langsung masuk aja ke tahap-tahap berikutnya setelah saya selesai mengirim berkas pendaftaran LPDP secara online. Pada tanggal 6 Agustus, ketika itu saya sudah pindah dinas di kota Jember, saya mendapatkan SMS dari LPDP: “Selamat anda dinyatakan lulus administrasi…”. Senang sekali rasanya mendengar berita ini, sekaligus permulaan bagi saya untuk lebih serius mempersiapkan diri di tahap berikutnya. SMS dari LPDP juga menyebutkan kalau saya diminta mengecek email untuk informasi lebih lanjut. Nah, lama ditunggu, kok ngga ada email masuk dari LPDP. Saya telpon ke LPDP (yang mana antrian tunggunya lama banget dan kalau beruntung, telpon anda akhirnya tersambung oleh petugas :p), untuk konfirmasi kenapa saya ngga dapat kiriman email, siapa tau email saya salah ketik (harusnya ngga mungkin salah ketik karena saya melakukan verifikasi akun LPDP lewat email tersebut). Sampe telpon yang ke 4, baru deh, email mengenai informasi general tahapan seleksi subtantif saya terima di email saya. Dari telpon juga, saya tau tanggal pelaksanaan seleksi subtantif di kota Surabaya, yaitu 26-28 Agustus. Coba andaikan saya ngga telpon, pasti bakal kelabakan mengetahui tanggal pelaksanaan tes subtantif. (Padahal, informasi general seleksi subtantif tersebut juga dipublikasikan LPDP melalui akun media sosialnya, cuma waktu itu saya belum berlangganan saluran media sosial mereka, hahaha siapa gini yang bodoh!).

Bulan pertama saya dinas di kantor baru di Jember, saya belum bisa banyak melakukan pekerjaan saya. Di minggu pertama bulan Agustus, saya masih pada tahap pengenalan terhadap lingkungan dan job desc baru saya. Di minggu ke dua bulan Agustus, saya diklat ke kota Malang untuk pelatihan terkait posisi baru saya. Nah di minggu ketiga bulan Agustus, sekembalinya dari pelatihan di kota Malang, saya baru mendapatkan email dari LPDP tadi terkait informasi general seleksi subtantif tadi. Setelah saya baca, ada satu syarat tambahan yang harus saya buat, yaitu “Surat Keterangan Catatan Kepolisian a.k.a SKCK” atau personal police records, yang artinya saya harus kembali ke kota Malang untuk mengurus SKCK saya. Oalah, kok ya ga sekalian emailnya saya terima pas saya masih di Malang saja biar ngga bolak-balik. Mana buat ngurus SKCK di Malang, kantor ga berani kasih Surat Tugas dengan alasan urusan SKCK tersebut ga berkaitan langsung dengan kegiatan kantor, yang artinya saya harus bolos, dan gaji saya dipotong T_T sedih…  mau ambil cuti, cutinya siapa yang bisa saya ambil? (karena cuti saya sudah habis XD). Akhirnya setelah memohon-mohon, dari 2 hari bolos saya untuk ngurus SKCK, saya diberi Surat Tugas 1 hari. Lumayan lah potongan gajinya ga banyak (ketawa tanpa ekspresi). Alhamdulillah juga, ngurus SKCK nya lancar, karena ngga berbarengan dengan musim pendaftaran CPNS, dan ngurusnya cukup di eks Polwil Singosari, ga harus jauh-jauh ke Polres Kepanjen. Lagi-lagi, bapak polisi yang melayani SKCK bilang, “sudah banyak mas yang ngurus SKCK buat keperluan LPDP juga”. Hahaha, rasanya makin panik dan gugup. Walah.

Kepulangan saya ke Malang untuk ngurus SKCK juga saya manfaatkan untuk menemui teman SMA saya, Widy Dinarti. Saya ingin minta bantuannya, untuk berbagi ide dan saran untuk persiapan wawancara saya, in English! (yes, she has lived abroad for 4 years in 27 different countries! macam buronan ya dia) Dia pernah menjadi presiden AIESEC dan aktif di beberapa organisasi Internasional. Jadi ini merupakan kesempatan baik buat saya, mumpung dia lagi pulang ke Indonesia. Why in English? Karena kabarnya, pewawancara LPDP sangat mungkin mewawancarai kita dalam bahasa Inggris, apalagi kalau kita milih beasiswa untuk program Luar Negeri. Kita ketemuan di suatu kafe di kota Malang, dan percakapan sok Inggris kita buat melongo mbak waitressnya, hehehe (padahal yang jago cas cis cus nginggris ya cuma Widy doang sih, saya mah apa atuh!). Satu quote yang Widy katakan yang paling saya ingat adalah “you can be anything you want. If you eventually fail, it is either you don’t really want it or God has better plan for you”. Selain ke Widy, saya juga banyak tanya dan meminta saran ke teman-teman yang sudah lebih dulu berhasil melalui tahapan-tahapan seleksi beasiswa, atau meminta saran dari pimpinan, senior, maupun dosen. Setidaknya, nasehat-nasehat mereka bisa membuat saya merasa lebih tenang. Padahal, dulu (dulu sekali di tahun 2002) saya pernah menghadapi situasi yang sama, seleksi wawancara untuk beasiswa Asean Secondary Three Scholarship dan saya berhasil melaluinya. Entahlah, sekarang rasanya terlalu banyak ketakutan.

Hari Senin di minggu ke empat bulan Agustus, saya kembali ke kota Jember, sambil menunggu undangan resmi seleksi subtantif LPDP melalui email (email yang sebelumnya hanya berisi informasi general dan tidak bisa dijadikan dasar untuk menerbitkan Surat Tugas saya untuk mengikuti seleksi Subtantif). Akhirnya, di hari senin sore tanggal 24 Agustus, email undangan resmi dari LPDP masuk ke inbox saya, dan segera saya cetak dan saya berikan ke bagian kepegawaian di kantor untuk segera dibuatkan Surat Tugasnya. Rentetan urusan-urusan LPDP ini di waktu yang mepet benar-benar bikin sport jantung dan melelahkan. Akhirnya, kantor memberikan Surat Tugas untuk tanggal 26-28 Agustus plus tambahan satu hari untuk perjalanan ke kota Surabaya. Jangan salah sangka ya, Surat Tugas ini ga ada SPD nya dan biaya terkait perjalanan dinas dan penginapan ga diganti kantor (>,< bokek hehehehe), bener-bener pengorbanan! Di petang harinya, email kedua dari LPDP masuk ke inbox saya, isinya list seluruh peserta yang akan mengikuti seleksi subtantif di kota Surabaya (dan jumlah pesertanya 323!) beserta jadwal lengkap tes subtantif tiap-tiap peserta (tes subtantif terdiri dari: wawancara, essay on the spot, dan Leaderless Group Discussion/LGD). Widih, ngeri, di Surabaya aja 323 orang, belum di kota-kota lainnya, persaingan benar-benar akan sangat ketat. Oh iya, setiap orang dapat jadwalnya berbeda-beda, jadi ada yang dapet giliran wawancara terlebih dahulu, ada yang dapat giliran essay terlebih dahulu, ada yang dapat LGD terlebih dahulu. Lalu ada juga yang dapat 3 tes tadi di satu hari yang sama, ada juga yang dapat 3 tes tadi di hari-hari yang berbeda. Nah, ternyata, saya mendapatkan jadwal di satu hari saja, tanggal 26 Agustus (padahal Surat Tugas sudah jadi dan dibuatkan sampai tanggal 28 Agustus, tapi biarlah anggap saja sebagai balas dendam dan kompensasi saya terhadap rentetan hari-hari yang hectic hahahaha! Evilly laugh!, lagi pula kan tidak menyalahi undangan resmi yang memang menyebutkan acara seleksi subtantif dari tanggal 26-28 Agustus). Adapun urutan tes yang akan saya hadapi di tanggal 26 Agustus adalah essay on the spot di jam 08.20, lalu LGD di jam 09.00, dan wawancara di jam 14.20.


Sebelum saya berangkat ke Surabaya, saya sempatkan “mapping” siapa saja peserta-peserta yang satu kloter dengan saya di tes essay, LGD dan wawancara. Tujuan saya adalah, saya ingin mengetahui latar belakang pendidikan mereka apakah berasal dari disiplin ilmu yang sama atau tidak. Dari sini, saya bisa mengira-ngira kita-kita topik yang akan diujikan apakah sifatnya umum atau spesifik sesuai bidang keilmuan kita. Cerdas kan gue! Hahaha. Selain itu, persiapan lain yang saya lakukan adalah banyak-banyak baca berita (niatnya gitu, tapi kenyataannya capek banget ngurusin keperluan LPDP dan kerjaan kantor, realisasinya adalah: cuma browsing-browsing berita di newsfeed Facebook dalam perjalanan menuju Surabaya sampe batre hape habis, hahaha menyedihkan). Saya juga sempatkan baca-baca blog yang berbagi tips menghadapi wawancara LPDP. 50% informasi blog benar-benar membantu, 50% sisanya malah bikin senewen, hahaha, makin stres. Yang jelas, detik-detik menuju wawancara rasanya capek banget dan stres, nervous. Satu hal lagi yang pasti, kerjaan kantor saya banyak yang tertunda T_T, padahal kami dikejar target kinerja ini itu dan pengaruh ke kenaikan grading T_____T, kudu nangis rasane… (minggu depan ada tim monitoring dan evaluasi dari kantor wilayah, dan realisasi kinerjaku masih 0, hahahaha #ketawa stres). Ya wes, sementara ini dulu cerita yang saya bagi kali ini. Cerita mengenai proses seleksi subtantif di Surabaya, saya tulis di part berikutnya. Sampai ketemu lagi di posting berikutnya!

LPDP - Part 1

Penantian mendebarkan akhirnya berakhir sudah (setidaknya untuk tahap ini, next masih banyak fase yang harus dilewati). Setidaknya itulah yang saya rasakan hari ini, “Lega”. Sudah 2 minggu terakhir saya berkali-kali mengunjungi laman LPDP, berharap-harap cemas mengenai pengumuman kelulusan seleksi subtantif gelombang III LPDP. Saya set akun Facebook dan Twitter LPDP sebagai akun favorit sehingga ketika ada post baru dari LPDP, saya akan mendapatkan notifikasi. Di minggu pertama penantian pengumuman, saya merasa sangat takut, bahkan notifikasi twitter dari LPDP yang isinya ternyata retweet awardee’s success story sudah bisa bikin dengkul saya lemes. Saya takut sekali gagal, ketika melihat teman-teman saya mampu dan saya merasa “harusnya saya juga mampu” dan ketika segala pengorbanan yang saya lakukan selama ini ternyata harus hilang sia-sia. Membesarkan hati pun rasanya tak cukup, pokoknya saya ngga mau terbesit di otak saya kata-kata “kalau gagal gimana?”. Lama-lama capek juga kalau harus kepikiran terus, di minggu kedua penantian pengumuman saya mulai merasa “whatever, nothing to lose, etc”. Tepat di tanggal 10 September (seperti yang dijadwalkan pihak LPDP), setelah jam istirahat siang, saya membaca posting LPDP di Facebook bahwa hasil seleksi subtantif sudah bisa dilihat di akun LPDP masing-masing peserta. Saya segera tekan tombol F5 untuk merefresh laman akun LPDP yang sudah saya buka sejak pagi di PC kantor saya, dan taadaa… (drum roll please) “Anda Lulus Seleksi Wawancara”. 

Jika kembali ke saat pertama saya mendaftar, sangat banyak proses yang saya kerjakan, tapi semuanya berjalan singkat dan padat, seperti dikejar waktu dan deadline. Sebagai PNS di Kemenkeu, perkara melanjutkan sekolah ada aturannya, ngga bisa sembarangan. Kami baru boleh mengajukan permohonan ijin belajar paling cepat 2 tahun sejak tanggal yudisium pendidikan terakhir. Masa tunggu 2 tahun saya berakhir di tanggal 28 Juni 2015, dan segera setelah itu saya mencari informasi beasiswa untuk studi S2 saya yang saat itu tersedia. Saya ingin sekali studi di Inggris karena banyak hal: program studi dan kampus yang dimiliki, keindahan kota-kotanya, aksen bahasanya. Beasiswa yang mungkin dapat mengantar saya ke Inggris adalah LPDP, atau Chevening. LPDP waktu itu sedang on going penerimaan pendaftaran untuk gelombang tiga (28 April – 24 Juli), sementara Chevening baru buka pendaftaran di bulan Agustus. Meski agak ragu dengan sisa waktu yang saya miliki, saya bertekad untuk mendaftar beasiswa LPDP.

Dengan sisa waktu kurang dari 1 bulan, saya langsung mulai mengumpulkan syarat demi syarat yang diminta oleh LPDP. Syarat pendaftaran beasiswa magister LPDP yaitu (saya copas dari booklet yang bisa didownload di laman LPDP):

1. Usia maksimum pelamar pada 31 Desember di tahun pendaftaran adalah 35 (tiga puluh lima) tahun,
2. Telah menyelesaikan studi pada program sarjana/sarjana terapan dan tidak berlaku bagi mereka yang telah menyelesaikan program magister baik dalam maupun luar negeri.
3. Mempunyai Letter of Acceptance (LoA) Unconditional dari Perguruan Tinggi tujuan yang ada dalam daftar LPDP.
4. Jika tidak memiliki LoA Unconditional (a.3), pendaftar wajib memiiki Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) minimum 3,00 pada skala 4 dan memiliki dokumen resmi bukti penguasaan bahasa Inggris yang diterbitkan oleh ETS (www.ets.org) atau IELTS (www.ielts.org) yang masih berlaku atau bahasa asing lainnya yang ditentukan LPDP:
a. Untuk studi program Magister di dalam negeri, skor minimal: TOEFL ITP® 500/iBT® 61/IELTS™ 6,0/TOEIC® 600.
b. Untuk studi program Magister di luar negeri, skor minimal: TOEFL ITP® 550/TOEFL iBT® 79/ IELTS™ 6,5/TOEIC® 750.
c. Butir a) dan b) dikecualikan bagi mereka yang menyelesaikan pendidikan tinggi yang menggunakan bahasa pengantar akademik bahasa Inggris atau bahasa internasional yang diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Duplikat ijasah digunakan sebagai pengganti persyaratan TOEFL, dengan masa berlaku 2 (dua) tahun sejak ijasah diterbitkan.
d. Untuk studi program Magister di luar negeri pada Perguruan Tinggi yang bahasa pengantar akademiknya non-bahasa Inggris atau bahasa internasional yang diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dapat menyesuaikan dengan persyaratan kemampuan bahasa yang berlaku.
5. Jadwal rencana perkuliahan dimulai paling cepat 6 (enam) bulan setelah penutupan pendaftaran di setiap periode seleksi.
6. Sanggup menyelesaikan studi program magister sesuai masa studi yang berlaku, paling lama 2 (dua) tahun,
7. Memiliki dokumen resmi TPA/GRE/GMAT/LSAT (jika ada),
8. Menulis rencana studi sesuai program studi magister pada perguruan tinggi tujuan.

Untunglah 3 bulan sebelumnya, di bulan April 2015, saya iseng-iseng ikut tes TOEFL ITP, ternyata berguna juga buat daftar LPDP di waktu yang mepet begini. Nah selain syarat di atas, pelamar juga harus membuat akun LPDP dan mengisi formulir pendaftaran secara online, dan mengunggah/ upload dokumen-dokumen persyaratan pendaftaran, antara lain:

1. Ijazah Sarjana (S1)
2. Transkrip Nilai Sarjana (S1)
3. Rencana Studi
4. Sertifikat Bahasa Asing yang diakui LPDP dan masih berlaku
5. Surat Pernyataan 
6. Surat Ijin Belajar
7. Surat Rekomendasi 
8. LOA Conditional / Unconditional yang masih berlaku (jika ada)
9. Kartu Tanda Penduduk (KTP)
10. Surat Keterangan Berbadan Sehat dan Bebas Narkoba dan ditambahkan Surat Keterangan Sehat Bebas dari Tuberculosis (TBC) bagi yang ingin studi ke luar negeri.

Pokoknya keterangan lengkapnya ada di booklet yang bisa diunduh di laman LPDP. Tips: Baca dengan seksama isi booklet, setiap langkah yang diperintahkan jangan sampai ada yang kelewat. Format surat pernyataan, surat ijin belajar, surat rekomendasi, struktur isi esay, struktur isi rencana studi, semuanya sudah dijelaskan di booklet.

Langkah pertama yang saya lakukan adalah: membuat akun LPDP. Sebenarnya saya sudah pernah mencoba buat akun LPDP beberapa bulan sebelumnya (di bulan April 2015), tapi ternyata waktu itu setiap saya klik simpan pendaftaran, selalu gagal. Saya coba kirim email ke pengaduan LPDP, namun tidak ada balasan. Jadilah saya tinggalkan LPDP untuk beberapa saat. Di bulan Mei 2015 kemudian saya telpon ke LDPD (susah banget masuknya, antrian tunggunya lama bisa sampe 10 menit tanpa dapat sambungan), dan petugas menginformasikan memang beberapa waktu lalu terdapat gangguan akibat traffic, tapi sekarang sudah beres dan saya diminta untuk mencoba kembali mendaftar akun LPDP. Benar, akhirnya saya sukses mendaftar akun LPDP. Pesan: Buat akun LPDP jauh-jauh hari untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Langkah kedua yang saya lakukan adalah: mengajukan permohonan ijin belajar ke institusi. Institusi tempat saya bekerja termasuk “ribet”, atau maksudnya “ketat”, dalam mengatur ijin belajar pegawainya. Kalau mau beasiswa dan tugas belajar saya diakui oleh institusi, maka saya wajib mendapatkan surat ijin belajar terlebih dahulu sebelum saya mendaftar dan menerima beasiswa dan melaksanakan studi. Saya coba menghubungi unit di kantor pusat yang menangani ijin belajar dan menanyakan prosedur-prosedur pengajuannya. Kemudian saya diberi sejumlah formulir dan surat yang harus saya buat, dan melampirkan sejumlah persyaratan sesuai dengan PMK18/2009, yang kemudian harus saya kirim ke kantor pusat (pake JNE yang YES) untuk memperoleh surat ijin belajar tersebut. Syukurlah, petugas di kantor pusat yang menangani permohonan tugas belajar sangat tanggap dan cekatan dalam merespon dan sangat membantu, sehingga scan surat ijin belajar (surat yang asli dikirim via pos dan nyampenya ternyata lamaaa) bisa saya terima sebelum deadline pendaftaran beasiswa gelombang III LPDP, dan bisa langsung saya upload ke laman LPDP. Pesan: dapatkan informasi selengkap-lengkapnya mengenai prosedur permohonan surat ijin belajar dengan bertanya langsung pada sumbernya, dan jangan mepet-mepet ngajukannya, supaya ada waktu untuk proses korespondensi dan persetujuan di kantor pusat.

Langkah ketiga: untuk menghemat waktu, tahap ini saya lakukan bersamaan dengan langkah kedua (meskipun agak gambling bagaimana kalau permohonan ijin belajar saya ternyata ditolak): yaitu mendapatkan Surat Keterangan Berbadan Sehat, Bebas Narkoba dan Surat Keterangan Sehat Bebas dari Tuberculosis (TBC) dari Rumah Sakit Pemerintah (a.k.a di kota saya tinggal adalah RSUD Dr. Syaiful Anwar Malang). Tahap ini juga memakan waktu yang lumayan lama dan melelahkan, apalagi kalau ngurusnya di RSUD besar seperti RSUD Dr. Syaiful Anwar Malang, pasiennya banyaaaaaaaaaaaak dan datang dari berbagai kota dan kabupaten :D. Baru masuk ke ruang pendaftaran pasien saja udah bisa bikin keder ngeliat antriannya, apalagi semrawut karena banyak yang ngga disiplin. Saya juga sempet bingung mengenai prosedur permintaan surat keterangan berbadan sehat ini, karena tidak ada bagan yang menjelaskan alurnya, dan harus ke loket mana pun saya tak tau, hahaha. Setelah berhasil mendapatkan giliran di loket pendaftaran, saya disuruh untuk ke poli GCU. Di sana pun banyak sekali yang ngantri, kebanyakan mahasiswa baru (bulan Juli musim penerimaan mahasiswa baru) yang sama-sama mengurus surat keterangan berbadan sehat. Untung dokter-dokternya ramah-ramah dan cekatan juga. Ternyata, saya adalah kloter terakhir yang mengurus surat keterangan berbadan sehat untuk tujuan mendaftar LPDP, katanya sudah banyak yang mengajukan surat keterangan berbadan sehat  buat LPDP juga, kata seorang petugas di GCU. Haduh, informasinya malah makin bikin gugup dan ga pede. Hasil tes baru bisa saya dapatkan 2 hari kemudian (tes mantoux hasilnya baru bisa dilihat 2-3 hari kemudian). Biaya seluruhnya kira-kira habis Rp450.000 dan ga bisa discover pake BPJS, hahaha. Tips: cari hari sepi GCU, misalnya jangan bersamaan dengan musim pendataran mahasiswa baru. Oh iya, untuk tes narkoba, dokternya selalu akan tanya: habis minum obat? Saran saya, jaga kesehatan dan hindari minum obat sebelum tes narkoba.

Langkah keempat: setelah scan surat ijin belajar dari kantor pusat dan surat keterangan berbadan sehat dari Rumah Sakit Pemerintah saya dapatkan, saatnya membuat surat pernyataan (sesuai format LPDP), dan surat rekomendasi dari atasan/ Kepala Kantor (sesuai format LPDP), lalu saya ajukan ke pimpinan saya. Alhamdulillah, respon beliau sangat baik. Bukan hanya surat rekomendasi yang diberikan ke saya, tapi tips dan wejangan juga beliau pesankan untuk saya. Beliau berpesan agar saya tidak malu-malu dalam mengungkapkan kelebihan dan potensi yang saya miliki dalam esay yang saya tulis dan dalam wawancara nanti. Tips: jaga hubungan baik dengan kepala kantor, menunjukan kinerja yang baik serta aktif di banyak kegiatan di kantor bisa memberi nilai tambah.

Langkah kelima: menulis esay. Jangan diremehkan perkara menulis esay. Esay yang kita tulis akan banyak ditanyakan di sesi wawancara, jadi tulislah sejujur-jujurnya dirimu, jadilah dirimu, jangan menjadi orang lain, supaya ngga gelagapan kalau ditanya nanti di wawancara. Kalau saya, setiap ada ide yang terlintas di kepala, langsung saya tulis di notes di ponsel saya, biar ngga lupa. Jadi, saya sudah punya bayangan mengenai esay yang hendak saya tulis dari bahan yang sudah saya kumpulkan di setiap waktu. Ada 3 essay yang harus kita tulis, yaitu: 

1. Sukses terbesar dalam hidupku.
2. Kontribusiku bagi Indonesia
3. Rencana studi

Mengenai kerangka isi esay, booklet sudah memberikan panduannya apa yang harus kita tulis, jadi tidak terlalu meleceng jauh dan arah penulisannya supaya seragam (barangkali demikian?). Pelamar diwajibkan menulis 500-700 kata untuk setiap esay. Lebih baik menulis banyak kemudian disarikan, daripada kekurangan kata-kata. Meskipun demikian, mengurangi kata-kata di esay bukan perkara mudah dan butuh banyak waktu, jadi jangan mepet-mepet untuk menyiapkan esay dan menguploadnya di laman LPDP! Jangan baru mengupload esay di detik terakhir deadline, karena mungkin saja tulisan kita dianggap terlalu banyak atau terlalu sedikit, dan kita masih butuh waktu untuk mengeditnya. Satu lagi, dalam menulis esay rencana studi, kenalilah bidang studi dan kampus yang hendak kamu ambil sebaik-baiknya, dari mulai persyaratan untuk mendaftar di program tersebut, mata kuliah-mata kuliah yang akan diambil, sampai kegiatan-kegiatan lain di luar kampus yang tersedia dan hendak kamu ikuti. Tips: sudah dijelaskan ya.

Langkah keenam: setelah semua persyaratan lengkap, tinggal diupload, klik submit pendaftaran, dan tunggu notifikasi selanjutnya, apakah kita lulus seleksi administrasi atau tidak.

#Berhubung sekarang sudah jam 2 pagi dan nanti jam 7.30 saya harus bekerja, bagian kedua tulisan ini akan saya lanjutkan esok hari, insyaallah.